Sebelum melanjutkan ke cerita perjalanan selanjutnya, saya
akan menceritakan bagian cerita kami tentang sholat. Sebuah anugerah luar biasa
bagi kami dapat menunaikan shalat di negeri orang. Apalagi di sini muslim sebagai minoritas. Alhamdulillah
wa Allahuakbar. Semoga saya (kami) tetap istiqomah dan dapat menunaikan ibadah
kami di negeri-negeri indah lainnya. Aamiin.
Shalat pertama di luar Indonesia adalah di Kuala Lumpur.
Kami transit di KL sewaktu berangkat. Karena kami akan take off lagi masih siang
dan akan melalui perjalanan yang cukup panjang, kami menjama' shalat dhuhur dan
ashar di KL. Di bandara terdapat sebuah mushola yang tidak terlalu besar, mirip
dengan mushola yang ada di mall di Indonesia. Kebersihannya juga kurang lebih
sama, maklum masih serumpun. Cara berwudhu dan kesemuanya juga masih 11-12.
Orang-orang yang sholat juga banyak yang masih serumpun, kalau tidak orang
Indonesia, pasti orang Malaysia. Hanya beberapa yang memiliki ras yang berbeda,
misalnya India.
Setelah rehat, fajar mulai menyapa. Shubuh saat musim dingin seperti ini datang agak siang, sekitar pukul enam, dan bandara sudah mulai menampakkan aktivitasnya. Hm, harus berpindah tempat shalat sepertinya, mengingat kami berada di lantai satu yang notabene dipakai orang hilir-mudik. Daripada shalatnya diperhatikan orang, mending kami mlipir. Sembari yang lain menjaga barang dan ada juga yang bersih-bersih, saya dan Pipit pergi shalat duluan, kami mencari tempat yang lebih aman.
Bandara Kansai terdiri dari empat lantai, dan kami naik ke lantai dua. Setelah memutar sebentar, kami belum juga menemukan pray room. Akhirnya kami memutuskan untuk shalat saja di pojokan yang agak sepi. Setelah selesai dua rakaat, kami bergegas pergi sebelum terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, hehe. Setelah turun dan gantian shalat, ternyata Ima dan Azza menemukan pray room di lantai empat. Sedikit menyesal dan penasaran, tapi, ah yasudah, yang penting sudah shalat. ^^
Waktu shalat berikutnya, kami mengalami kejadian yang menarik. Agak sedikit menegangkan memang, tapi alhamdulillah kami tetap bisa shalat. Perjalanan selanjutnya menuju Fukuoka sekitar jam dua siang. Sepertinya sudah masuk waktu dhuhur, tapi kami memilih untuk melakukan jama' ta'khir, selain juga karena kami takut ketinggalan pesawat nanti malah susah. Jam check innya juga agak cepat. Kami tiba di Fukuoka sekitar pukul empat. Di luar perkiraan, bandara Fukuoka trelihat lebih ramping, bahkan sangat ramping dibanding bandara Kansai. Mungkin karena terminal domestik dan internasionalnya dipisah. Setelah meletakkan barang di tempat yang aman, kami segera mengambil wudhu.
Ohya hampir lupa. Kami selalu mengambil wudhu di wastafel, karena memang tidak ada kran di dalam kamar mandi orang Jepang. Jadi, pada bagian kaki saat wudhu, saya sering tengok kanan-kiri sebentar, jikalau ada orang yang memperhatikan saya, sungkan sendiri jadinya hehe. Waktu itu toilet agak rame, jadi yaa terpaksa saya ngangkat-ngangkat kaki di depan banyak orang :D
Setelah semua berwudhu, kami mencoba mengamati sekitar sembari bertanya-tanya: dimanakah kiranya sang prayroom berada? Setelah berkeliling sebentar, ternyata bandaranya memang mungil, hanya ada pertokoan di ujung bandara. Ah, bagaimana ini? Sudah jam empat pula. Akhirnya kami memberanikan diri bertanya pada mbak-mbak di pusat informasi.
Kami: Excuse me, is there any prayroom in here?
Mbaknya: Plrayroom? (Ngg maklum, orang Jepang susah membedakan L dan R)
Kami: Ya, is there any prayroom in here? (Sambil tangannya gerak-gerak kaya shalat. Dan eh, lupa, merekan kan ngga shalat. zzzzz --")Kemudian, muka mbaknya mulai merah, panik, bingung, entahlah, dan kami juga haha. Kemudian mbaknya mengambil secarik kertas dan mencoba menuliskannya.
Daan yang ditulis adalah: PLAYINGROOM. Gubrak >.<
Kami: Ah, no, prayroom not playingroomDan, mbaknya mulai mengerti, kemudian menuliskan kata "prayroom" sambil mengucapkannya. Alhamdulillah, ngerti juga, batin kami.
Mbaknya: Ah, sorry, there is no prayroom in here.. (dengan raut kasihan, mengasihani kami maksudnya)Jleb! Njuk kami harus shalat dimana mbaaak? *mulaipanik*
Saya sendiri tidak bisa mengatakan apa-apa jika memang demikian. Salah satu ikhtiar saya adalah dengan menampakkan muka sedih, dan memelas. Banget. Kemudian datanglah pertolongan dari Allah.
Mbaknya: Wait, I will contact the security, maybe you can do it
Kami: Ah, thanks, arigatou ne :))Kemudian, terjadilah percakapan di telepon antara mbaknya dengan you dont know who. Ngg percakapan mereka menggunakan bahasa Jepang, jadi kami mendengarkannya dengan harap-harap cemas, hanya bisa membaca raut muka mbaknya.
continue --> #12: Shalat di Jepang (2)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar