Sabtu, 17 Desember 2016

Three Years, Three Steps

Kyoto, 15 Desember 2013
It has been three years since that day ~
Saatnya kontemplasiii

Sejak perjalanan yang lalu, apa yang sudah didapatkan?
Apa yang sudah terlewati?
Mimpi bagian mana yang sudah tercapai?
Hmm rasa-rasanya diri ini masih terlalu jauh dari tujuan besar penciptaan :"

Jepang. Satu pengalaman yang menjadi buah dari berkumpulnya beberapa mimpi: naik pesawat, presentasi di luar negeri, jalan-jalan ke luar negeri, dan, of course, megang salju! Ehee. Agak kampungan? Biarin, daripada engga punya mimpi :p

Pulang dari Jepang, sama halnya dengan perjalanan jauh lainnya (katanya), membuat kita (saya) memiliki pandangan yang lebih luas tentang arti kehidupan. Pikiran jadi lebih terbuka, tidak hanya dalam tempurung Indonesia, terutama Jawa saja. Banyak pertanyaan-pertanyaan menemukan jawabannya. Banyak pula hikmah dari setiap kejadian yang terjadi, mulai dari tahap persiapan keberangkatan sampai kembalinya kami ke tanah air. Semoga bukan hikmah sesaat, ya. Tetapi benar-benar bisa menjadi pelajaran dalam menjalani kehidupan.
.

First, about partner.
Kyoto, 15 Desember 2013
Tau apa yang membuat saya bisa sampai di titik ini? Iya, orang-orang di sekitar saya. Kita tidak akan pernah bisa berjalan jauh jika sendirian. Memang sih, berjalan bersama-sama itu lamaaa banget. Sering gesekannya juga. Tapi, tujuan kita jelas. Dan ada sosok yang akan saling menguatkan dan mengingatkan kita di sepanjang perjalanan.

Dalam setiap tujuan dan pencapaian, saya lebih sering berpartner alias membentuk tim. Meski tidak selalu sama komponennya, tapi ada dua tim yang saya merasa sangat sejalan bersama mereka. Salah satunya, dan memang yang paling awal, adalah tim atau partner perjalanan saya ke Jepang.

Ke Jepang, zaman saya waktu itu (berasa udah berabad-abad aja :p), tidak semudah sekarang. Ngg, ini lebih ke perspektif dan euforia (?) siih. Dulu mah belum sebanyak sekarang informasi tentang dunia ke-luar-negeri-an baik yang konferensi atau exchange (atau sayanya yang dulu cupu banget yak? #eh). Dulu juga tidak segampang sekarang mencari sponsor, walaupun sekarang juga tidak bisa dibilang mudah. Dulu juga mah di tempat saya kuliah, apalagi mahasiswa muda-mudi ‘aneh’ banget kalau sampai ‘bertingkah’ ke luar negeri segala. Sesuatu deh. Makanya itu butuh perjuangan ekstra. Termasuk dalam menghadapi dinamika perkuliahan (baca: praktikum) di tahun kedua itu sesuatu syekalih. Dan dalam berjuang, sendiri itu engga enak. Serius. (Lain kali saya cerita bagian ini). That’s why we need journey’s partner. #tsaaah

Intinya mah, mencari partner yang sevisi itu sangat penting. Saya sangat bersyukur dipertemukan Allah sama partner yang luar biasa. Ima, Azza, Isna, dan Pipit, dengan segala kelebihan dan kekurangan, juga ke-luar-biasa-an mereka. Pengalaman pertama yang akan menjadi pelajaran bagi pencarian pengalaman-pengalaman selanjutnya. Meski pada akhirnya kita bersilang jalan #eaa, tapi aku yakin mimpi terbesar kita masih sama, fingers... :”) *tetibamellow.
.

Setelah partner, second is about work.
Kumamoto Univeristy, 13 Desember 2013
Setelah mempunyai ‘komposisi’ partner yang pas, pembagian kerja adalah hal yang sangat penting. Keduanya saling berkaitan. Kan ngga mungkin ya, kalau kita punya tujuan besar, tapi cuma diem-diem aja? Yah, itu mah sama aja ngga bakal dapat apa-apa. Kalau waktu itu sih, kami harus pandai-pandai ‘membelah diri’ dengan urusan paper, administratif ke Jepang, kuliah dan praktikum, organisasi, dan urusan pribadi kami masing-masing.

Kalau boleh jujur, IP saya semester tiga waktu itu adalah IP paling rendah selama saya kuliah :’D Kenapa? Karena saya sering bolos, hiks. Engga diing.. Sebenarnya itu hak saya siih, karena kan toleransi kehadiran 75%, jadi sayang aja gitu kalau disia-siakan #ngeles. Tapi jeleknya, saya jadi terlalu memaksimalkan, dan hampir di semua mata kuliah yang saya ikuti waktu itu saya absen 2-3 kali. Itu aja saya masih lari-lari mengejar berbagai tugas dan laporan praktikum, belum amanah organisasi juga. Seru lah pokoknya :3 Sampai saya yang paling tidak bisa begadang harus minum kopi dan masuk angin disusul demam karena harus menyelesaikan banyak hal.

Menyesal?  Oh, tentu tidak! Tapi tidak menyesal bukan berarti harus mengulanginya kan? Hehe.. Ambil hikmahnya aja: skala prioritas dan harus belajar mengurangi waktu tidur :) biar ngga kaya bayi yang banyak tidur wkwk (ini emang PR sejak lama dah -,-) Jadi, sebanyak apapun pekerjaan, tetap harus diselesaikan semua. Jika kita punya A, B, dan C yang harus diselesaikan, maka kita harus memberikan 100% ketika mengerjakan A, 100% ketika mengerjakan B, dan 100% juga ketika mengerjakan C. Karena, fokus itu sangat penting! Saya paling menghindari ketika kuliah disambi dengan mengerjakan yang lain. No! Selain itu tidak beradab (tidak sopan maksudnya ehee), itu juga mengganggu konsentrasi kita. Dan justru kita tidak akan mendapatkan apa-apa dari yang kita lakukan. Saya juga sih mengejar keberkahannya aja. Toh kalau kita sedang berbicara di depan, juga pasti sedih kan kalau ada yang usrek  sendiri di belakang? Ini mah masalah lain lagi tentang bercermin, tapi penting juga dalam kehidupan :)

Cukup disitu? Hmm tidak juga. Sepulang kuliah dan menuntaskan amanah kampus, malam hari kami biasa berkumpul di ‘basecamp’ untuk membicarakan berbagai hal. Mulai dari persiapan keberangkatan sampai tentang mimpi-mimpi kami. Atau sekedar haha-hihi menghilangkan penat sejak sehari beraktivitas. Yang jelas, semua persiapan itu membutuhkan energi yang tidak sedikit. Menguras kantong sampe kering sekeringnya. Bahkan pernah menguras hati saking penatnya. *emang kamar mandi di kuras :D

Tapi kami yakin, semua lelah dan perjuangan kami akan terbayar lunas. Dan itu terbukti, bahkan surplus. :)
.

Last but not least, third is pray.
Kyoto, 15 Desember 2013

Pernah dengar pepatah ini: “If you work, you work. If you pray, God work.” ?

Yes, karena sebagai hambaNya, kita sudah barang tentu memiliki hubungan khusus yang tidak akan bisa diusik oleh sesiapapun jua. Tingkatan tertinggi setelah usaha adalah doa, baru setelah itu kita berserah diri. Doa adalah bagian yang sangat penting. Bukan hanya doa dari kita pribadi, tapi juga orang lain, terutama doa dan ridho dari orangtua kita. Terutama lagi, Ibu. Doa akan menjadi pembuka jalan yang akan melancarkan dan menguatkan usaha-usaha yang akan kita lakukan. Dan karena kita yakin bahwa jawaban dari setiap doa adalah “Iya”, maka berserah diri adalah ujungnya. Wis to, pokoknya mah, setelah usaha yang maksimal, doa maksimal, insyaAllah semua akan lancaaarrr dan hasilnya adalah yang terrbaiiik ;)
.

Jadi ini sih intinya, sesuatu yang besar didapatkan dengan pengorbanan yang besar jua.
Tidak bisa kita pengen ini-itu tapi yang dilakukan juga cuma itu-itu lagi, itu-itu doang. Mungkin bagi sebagian orang, konferensi mah gitu doang, sepele. Ke Jepang juga cuma situ doang, gampang. Tapi bagi kami, bagi saya utamanya, perjalanan ke Jepang memberikan hikmah yang luar biasa dalam diri saya. Tentu masih banyak hal yang harus saya perbaiki dari diri saya, tapi saya tidak bisa mengatakan bahwa tidak ada yang saya dapatkan sepulang dari Jepang, justru banyaak!

Soo, keep fighting on your dreams! Jaga diri (dan hati) supaya tetap on the track  dengan tujuan besar kehidupan *halah yang sudah kita bangun sejak awal. Penyesuaian dengan realita sedikit tidak masalah. Tapi bukan berarti kita akan menyerah dengan keadaan. Yang membuat kita berhenti hanya Allah, bukan kelemahan kita. Terlalu banyak alasan yang membuat kita harus lebih banyak bersyukur dan terus bekerja keras. Kalau kata Pak Dis sih; bersyukur dengan cara bekerja keras :D Selamat berjuaaang!
.
Semoga tulisan ini juga menjadi pengingat bagi diri agar senantiasa tegar dalam berjuang :’)

Selesai ditulis di Yogyakarta, 16 Desember 2016 23:52

Your Journey Partner,

Andika Putri Firdausy a.k.a #PutriPejuang a.a.k.a #FirdausyFighter

Berkumpul di Jannah