Yap. Pernikahan.
Entah siapa pencetus pertamanya, pembahasan tentang pernikahan saat ini begitu marak di sekitar saya, terutama di kampus. Mungkin, dan memang kata sebagian orang, memang sudah saatnya seumuran kami (menginjak 20 tahun) membahas mengenai hal-hal tersebut. Bukanlah sebuah hal yang tabu jika membicarakan hal-hal positif dan jelas hukumnya ini. Akan tetapi pembahasan yang terus-menerus, rasanya dirasa risih juga. Mungkin bukan risih, tapi...
"Lagi apa, mblo?"
"Ciyee jones"
"Truk aja gandengan, masa kamu engga?"
"Tahu aja ada isinya, masa hatimu kosong?"
"Ondel-ondel aja punya pasangan"
"Wisuda cuma didampingi ortu aja, itu wisuda apa ambil rapor?"
Dan sederet kata-kata sejenis lain yang beterbangan di sekeliling kita.
What do you feel, guys?
Kebakaran jenggot?
Woles aja?
Atau, bingung harus merasa bagaimana?
Hahaha, keep calm! :)
Oke, pertama, mari kita duduk dengan tenang dan membicarakannya baik-baik.
Menikah merupakan sebuah perintah dalam agama Islam. Menikah merupakan sebuah sunnah Rasulullah, sekaligus penyempurna separuh agama. Bahkan dalam sebuah cuplikan kisah yang saya baca dari buku Ust. Fauzil Adhim "Kupinang Engkau dengan Hamdalah" mengatakan bahwa Rasulullah Muhammad saw. pernah mengatakan: "Orang meninggal diantara kalian yang berada dalam kehinaan adalah bujangan.", dan Rasulullah saw. juga mengingatkan bahwa, "Sebagian besar penghuni neraka adalah orang-orang bujangan.". Tentu saja kita tidak dapat menelan mentah-mentah tanpa tahu penjelasan di balik kalimat Rasulullah tersebut. Akan tetapi jelaslah, bahwa perkataan Rasulullah tersebut sangat relevan jika dibandingkan terutama dengan keadaan pada zaman saat ini. Mengapa?
Pada abad ke-21 ini, manusia cenderung hidup dalam tekanan yang amat tinggi, menurut saya. Bagaimana tidak, orang-orang dituntut untuk mengikuti perkembangan zaman yang terus terjadi tanpa memperhatikan apa yang dibutuhkan oleh dirinya sendiri. Apabila perkembangan yang diikuti berupa sains/ilmu pengetahuan dan teknologi, tentu itu sah-sah saja, bahkan kita diperintahkan untuk terus belajar. Akan tetapi jika yang diikuti adalah trend fashion, maka itu sangat tidak manusiawi. Manusia dieksploitasi untuk mengikuti yang katanya perkembangan zaman. Tentu saja ini merupakan sebuah politik. Politik kaum anti-islam yang ingin menghancurkan islam dengan menyamarkannya dibalik kemajuan teknologi. Aurat diumbar dimana-mana. Siapa yang rugi? Tentu saja seorang wanita. Akan tetapi seorang lelaki juga membutuhkan iman yang lebih kuat untuk menundukkan pandangannya. Benarlah bahwa wanita merupakan salah satu fitnah bagi seorang laki-laki.
Lalu, apa hubungannya?
Pernikahan memiliki banyak manfaaat. Diantaranya adalah menggenapkan separuh agama, menjalankan sunnah, menjaga/lebih menundukkan pandangan (karena hanya ada satu orang), menambah rezeki, dan lain-lain. Maka, bagi seorang wanita yang belum menikah, potensi dosanya dapat diperoleh salah satunya dari cara berpakaian. Dan, bagi seorang laki-laki yang belum menikah, potensi dosanya dapat diperoleh dari pandangan-pandangannya kepada yang belum halal. Mungkin bisa kita jelaskan lebih mendalam ketika kita telah mengalaminya.
Saya sendiri, bagaimana?
Haha entah harus dimulai darimana.
Pernah suatu ketika, saya dan beberapa teman saya sedang duduk di depan ruang akademik, sama-sama menunggu seseorang. Kami ada berempat saat itu, saya, satu orang teman laki-laki, dan dua orang teman perempuan. Entah apa yang kami perbincangkan sebelumnya, kemudian seperti yang bisa ditebak, topik selanjutnya adalah pernikahan. Dimulai dengan, "Apa rencana kamu setelah lulus S1?", "Kapan rencana menikah?", dan lain-lain. Perbincangan tersebut terus bergulir hingga beberapa menit kemudian. Lalu saya yang sudah gatal dengan perbincangan semcam ini nyeletuk, "Kok bahasannya nikah terus e?", lalu salah seorang teman saya menjawab, "Ya kenapa? Kan gapapa, halal.", saya tetep kekeuh, "Iya, tapi kan bisa bahas yang lain, kuliah kek, geografi kek, apa gitu", lalu, sebuah kalimat yang langsung membuat saya terdiam: "Ini sebagai sarana dakwah, menikah kan perkara halal, daripada ngomongin pacaran". Kurang lebih begitu, entah bagaimana tepatnya saya lupa. Yang jelas, kata-kata tersebut sangat menohok saya. Benar juga.
Menikah. Saya rasa merupakan impian semua orang, termasuk saya dan Anda. Tetapi memang menikah itu tidak segampang itu, bung. Tidak semudah membalikkan telapak tangan, tetapi juga tidak sesulit mengerjakan responsi, haha. Hanya saja memang perlu kesiapan, tidak serta merta keinginan dan umur yang menentukan. Barangkali, yang perlu disiapkan sedari dini adalah perbaikan diri. Bukankah setiap kita mengidamkan pasangan yang sempurna? Limit 1? Meski tidak akan ada manusia yang sempurna. Hanya saja untuk memperoleh yang baik, maka kita juga harus menjadi baik. Bukankah laki-laki yang baik untuk wanita yang baik? Dan wanita yang baik untuk laki-laki yang baik? Dan Allah tidak pernah berdusta.
Saya sendiri sangat salut kepada teman-teman saya yang dengan matang merencanakan pernikahan meski belum tahu siapa pasangannya kelak. Memperbanyak membaca buku, ikut kajian, atau bahkan mulai berbisnis. MasyaAllah, bahkan saya sendiri masih sibuk dengan urusan saya yang remeh-temeh. Semoga niat baik mendapatkan balasan yang setimpal, insyaAllah.
Pada akhirnya, saya sendiri juga menyadari, bahwa perkara yang satu ini bukan perkara yang dapat diabaikan begitu saja. Benar-benar membutuhkan perhatian khusus jika ingin memiliki pasangan yang mengantar hingga ke jannah-Nya. Tetapi mungkin perhatian khusus itu bagi saya belum sekarang, wallahua'lam, saya juga tidak tahu kapan. Yang pasti, saya tidak pernah menutup diri untuk yang halal, tetapi untuk saat ini, saya memang ingin fokus dengan perbaikan diri, dan mempersembahkan yang lebih baik untuk kedua orangtua tercinta saya, dan tentu saja Rabb kami.
I wanna be the angel of my angel ♥
Bismillah, semoga setiap langkah kita diridhoiNya.
Yogyakarta,
12 Februari 2014 00:30
"Sindrom 20", wkwkwk...
BalasHapus