Jumat, 24 November 2017

Wanita Itu

Entah bagaimana caranya, wanita itu tiba-tiba sudah terduduk di sebuah ruang yang tidak asing baginya. Di tempat yang sama, banyak manusia lainnya sedang bersenda gurau dan saling bertegur sapa. Tapi tidak dengan wanita itu. Entah mengapa, di tengah keramaian ia merasa kesepian. Ia berusaha keluar dari ruangan yang menyesakkan itu untuk menyegarkan pikirannya. Tapi percuma saja, di ruang lain ia juga masih merasakan keadaan yang sama.

Entah apa yang teradi, tetapi ia merasa tidak tenteram. Tidak lama setelah ia mencoba mencari alasannya, tiba-tiba ia bertemu seseorang. Sesosok yang selama ini selalu coba ia hindari, tapi nyatanya harus bertemu lagi saat ini. Seseorang yang dulu sangat dekat dengannya, namun dalam keadaan yang cepat menjadi seseorang yang tidak pernah ingin ia temui lagi. Ia merasa mengenal baik laki-laki itu, tapi ia sedang tidak ingin bertemu dengannya saat ini, atau kapanpun jua.

Entah bagaimana ceritanya, sepertinya luka lama itu tidak ingin ia biarkan terbuka kembali. Tapi malam itu, berbeda. Entah takdir apa selanjutnya, tapi Tuhan mempertemukan mereka lagi untuk kesekian kalinya. Aku melihat wanita itu kebingungan dimana ia harus bersembunyi sedangkan kedua pasang bola mata mereka sudah terlanjur bertatap. Tatapan yang dingin. Akan tetapi di sisi lain wanita itu tetap tidak bisa membohongi dirinya bahwa ada bagian hatinya yang merindukan tatapan itu.

Mungkinkah ia kembali padaku? Hati wanita itu berbisik, dan di saat yang sama ia mengingat kembali perasaan luka yang belum sembuh total. Ia kemudian berusaha pergi menjauh, tetapi laki-laki itu mengikutinya. Ia mencoba mencari tempat yang sepi untuk menyendiri, tapi ternyata laki-laki itu tidak pantang menyerah, ia mengejarnya dan mereka bertemu dalam sebuah ruang. Berdua. Hanya ada mereka berdua.

Entah apa yang mereka bicarakan, aku tak dapat mendengar dengan pasti. Aku hanya bisa merasakan luka yang amat sangat pada diri wanita itu. Ia berusaha menahan air mata semenjak tatapan tadi, tapi matanya sudah terlalu berat untuk menanggung semuanya sendiri. Mungkin tidak sendiri, karena sebenarnya jauh di lubuk hati laki-laki itu juga merasa bersalah.

Tanpa banyak kata, wanita itu akhirnya sesunggukan, sambil duduk tertelungkup. Parasnya yang cantik sungguh tak berubah meksi ia tampak memendam kesedihan yang dalam. Laki-laki itu hanya terdiam terpaku. Ia tidak tahu harus melakukan apa. Serba salah untuk bergerak maju karena ia tidak memiliki hak apapun, tapi juga tak berani mundur karena ia merasa bertanggung jawab atas apa yang terjadi.

“Pergilah,” akhirnya wanita itu menguatkan diri untuk mengucapkan sesuatu.

“Pergilah sejauh mungkin... dan jangan kembali lagi..” ada jeda yang mengambang di kalimat itu. Seakan tak mau diucapkan, tapi harus juga diucapkannya.

“Pergilah. Aku sudah memaafkanmu. Berbahagialah. Dan jangan pernah kembali lagi.” Wanita itu berpesan lagi.

Gemuruh dadanya tidak bisa ditahan ketika mengatakan kalimat itu. Ia mencoba menahan sekuat tenaga untuk mengatakannya dengan tegar, walau masih terasa ada getir yang mengiringi kalimat penutup itu.

“Aku sudah ikhlas, kamu tidak perlu mengingatku lagi..”  Ia kembali meyakinkan laki-laki yang tampak raguitu untuk pergi.

Di ujung sana, ada seorang yang sedang menunggu keputusan laki-laki itu, apakah ia akan tetap tinggal, atau menyerah dan meninggalkan wanita itu.

Setelah saling berdiam cukup lama, akhirnya laki-laki itu memutuskan untuk pergi. Ia tahu keadaan ini sudah terlanjur rumit, dan akan bertambah rumit jika ia terus tinggal di tempat ini.

“Maafkan aku..”, hanya itu yang ia katakan sembari memundurkann langkah dan memulai pergi. Kali ini ia pergi. Sebenar-benar pergi. Laki-laki itu tidak akan kembali. Wanita itu sendiri yang memintanya untuk tidak kembali.

Wanita itu akhirnya menangis lagi. Entah apa yang dirasakannya saat ini. Mungkin, bekas lukanya tak akan hilang, tapi setidaknya ia telah berusaha menyembuhkan dengan mengikhlaskannya. Ia sadar harus ada yang ia lakukan untuk menyembuhkan lukanya, cause there is nobody will do it to her. Meskipun ia akan semakin terluka, tapi setidaknya merelakan akan membuat dia lebih tenang. Ia masih berhak mendapatkan kehidupan yang lebih baik, kan?

.

Mimpi yang aneh.
Entah mengapa gemuruh dadaku seakan lebih kencang dari wanita itu aku sendiri tidak tahu siapa dia, apalagi laki-laki itu. Tapi entah mengapa, rasanya kami dekat sekali. Bahkan aku merasakan sebagaimana luka yang dirasakan wanita itu. Mungkinkah ia sosok terdekatku? Atau jangan-jangan ia adalah diriku sendiri?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berkumpul di Jannah