Pernah memakannya?
Bagaimanakah rasanya?
Enak, bukan?
Tapi tahukah, dibalik kenikmatan rasanya, terdapat hikmah yang mendalam. Tak hanya diujung lidah dapat dirasa, tetapi juga di lubuk hati.
How? Here's the story.. #eh :D
Jadi ceritanya, malam-malam ini tadi saya kelaparan. Sekitar jam delapan lewat, hampir jam sembilan sepertinya, saya akhirnya keluar dari zona nyaman kamar kos-kosan berukuran 2,5 x 2,5 meter persegi ini. Demi menjaga kesehatan di masa-masa ujian, meski sedang tak berselera makan nasi, perut harus tetap diisi, energi tak boleh lari. Akhirnya saya memilih roti bakar sebagai makanan alternatif pengganti nasi.
Ketika hendak menyeberang jalan, wah, ternyata ramai juga. Kios roti bakar yang satu itu memang jarang sepi pembeli. Tetapi semoga malam ini saya tidak perlu menunggu lama. Setelah melihat daftar menu dan harga, "Bang, coklat-keju satu ya". Setelah memesan, saya meninggalkan abang-abang roti bakar bersama setumpuk antrian lain. Sembari berharap ketika saya kembali pesanan saya telah siap.
Beberapa waktu kemudian saya kembali ke kios tersebut. Wah, ternyata masih ada beberapa orang yang telah datang sebelum saya memesan masih menunggu antrian dengan manis. Itu berarti pesanan mereka belum siap, apalagi pesanan saya. Ya sudah ditunggu saja, mungkin memang belum waktunya.
Satu, dua. Saya mulai menghitung kurang berapa pesanan lagi akan tiba giliran saya. Antara lapar dan tak sabar karena waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Dua lagi, sabaaar... Sembari menunggu, saya memperhatikan sekeliling. Terdapat tiga orang lagi yang mengantri sebelum saya.
Dua orang yang berteman, dan satu orang perokok yang duduk di dekat abang-abang penjual roti bakar. Sebenarnya orang ini sangat mengganggu, merokok tidak tahu tempat. Bahkan kedua laki-laki yang lain tadi merasa terganggu dengan asap rokoknya hingga mereka berpindah tempat. Dan orang ini tetap merokok dengan santainya, ckck. #oot
Oke, back to topic.
Jadi, setelah saya menunggu sekian lama, entah kenapa tiba-tiba abang-abang roti bakarnya jadi lamaa sekali membakar rotinya. Semacam mendapat pesanan banyak tapi tidak segera membakar roti, sedangkan pelanggan semakin malam semakin banyak berdatangan. Tidaak, kapan saya bisa pulang, makan, dan belajar? Semacam hanya mimpi, ckck.
Abang penjual roti bakarnya kemudian membuat tiga roti. Wah, pas nih sampe pesananku, batinku. Tapi ternyata saya salah. Dengan tiba-tiba, seorang mbak-mbak berjilbab pink turun dari motor dan mengambil roti bakar yang telah siap di kantong plastik. Eh? (1)
Mencoba ikhlas, saya mengalihkan pandangan pada layar handphone, 9.15, sudah malam sekali, ya. Ya Allah, segerakanlah semua ini...
Dan, yeah, tidak disangka-sangka, setelah memberikan sekantong roti kepada mbak-mbak berjilbab pink tadi, si abang memberikan satu kantong lagi kepada saya. Eh? Padahal tiga orang tadi menunggu lebih lama dari saya. Ya sudah, tanpa banyak tanya saya segera membayar dan pergi.
Ya, hidup memang begitu.
Terkadang seperti membeli roti bakar, kita tidak
pernah tahu kapan giliran roti pesanan kita dibuat. Tahu-tahu, ketika sudah giliran
kita, eh ternyata ada yang ‘menyerobot’ karena memesan dari awal. Ketika kita
pasrah sama antrian yang masih 2 sampai 3 pesanan lagi, tiba-tiba bapak penjual telah
menyiapkan pesanan kita.
Kita tidak pernah tahu kapan giliran kita akan datang, kapan
‘rezeki’ yang telah Allah siapkan dan tetapkan akan sampai kepada kita. Tugas
kita sebagai hamba/makhluk adalah berusaha dan berdoa sekeras-kerasnya, thats
all. Semoga bisa istiqomah :)
Daaan, apapun yang terjadi, roti bakar coklat-keju is the best! ^^
Yogyakarta, 11 Juni 2013 21.35
Tidak ada komentar:
Posting Komentar