Belajar Mencintai;
Sebuah Ulasan Berbalut Curhatan
Menikah, adalah gerbang awal dari sebuah perjalanan panjang. Dan hampir lima bulan menjalankan ibadah tersebut, membaca buku ini, rasanya seperti semacam nostalgia (padahal baru otw lima bulan wkw), ditambah sedikit tamparan dan sayatan.
Judul Buku : Belajar Mencintai
Penulis : Azhar Nurun Ala
Tahun : 2019
Penerbit : Azharologia Books
"Pasti ada seseorang disana, yang hatimu bergetar kala menatapnya, dan tersipu saat kamu memujinya. Ia yang tak rela membiarkan sebelah tanganmu menepuk-nepuk udara. Ia menyambut sebelah tanganmu dengan tepukan, lalu terdengarlah suara cinta."
(Halaman terakhir "Belajar Mencintai")
Buku ini diawali dengan prolog dan diakhiri sebuah epilog. Berisi 10 bab yang menceritakan perjalanan sepanjang lima tahun pernikahan yang menyiratkan hikmah. Dalam satu bab terakhir, berisi tulisan mba Vidya, dari sudut pandang seorang istri.
Buku ini sangat relateable dengan apa yang saya jalani saat ini. Sehingga, ketika membacanya, meski agak terburu waktu dan kegiatan dan tugas cukup padat saat diklat, tidak mengurangi esensi dan luapan emosi yang, ya tadi, sesekali menimbulkan sayatan. Beberapa kali sempat menahan bahkan mengusap bulir air mata diantara orang-orang yang sibuk berbincang di sela makan siang atau sekedar rehat kopi.
Dibuka dengan perjalanan menuju pernikahan, yang tentu saja tidak mudah. Bahwa ya memang menuju ibadah yang panjang akan selalu mendatangkan godaan dari setan, baik berupa keraguan, ketakutan, atau yang lainnya. Bagaimana cerita mas Azhar dan mba Vidya yang ternyata junior-senior di kampus, kemudian menikah setelah beberapa waktu tidak sengaja terpisah jarak, tetapi karena dasar jodoh, tentu akan bertemu kembali. Bagaimana keduanya meyakinkan diri dan keluarga masing-masing, dengan keadaan yang bisa dibilang masih sangat dari 0 dan masa depan yang masih belum nampak jelas.
Diikuti dengan bab-bab yang menggambarkan bagaimana kehidupan mas Azhar dan mba Vidya selama lima tahun pernikahan. Dari penyesuaian diri di awal pernikahan, tentang penantian akan kedatangan dan bagaimana mengelola emosi menjalani hari-hari yang penuh ketidakpastian. Bagaimana perjuangan menghadapi berbagai pertanyaan yang agaknya menyesakkan. Dan salah satu yang paling emosional adalah tentang 'perpindahan' dan 'pertengkaran'. Bagaimana rasanya kehilangan seseorang yang sangat berharga pada saat yang sangat tidak disangka. Bagaimana menyesuaikan diri dengan keadaan yang tiba-tiba berubah drastis dan serba keterbatasan yang mengelilingi. Hal ini kemudian kembali mengingatkan saya tentang bagaimana kami akan menjalankan pernikahan ini selanjutnya, sambil mengingat-ingat dan mengaitkan tujuan dan visi-misi pernikahan sendiri.
Barangkali untuk yang sudah pernah membaca buku-buku mas Azhar akan tidak asing dengan beberapa kutipan yang dicantumkan. Mungkin nampak berulang, tapi tidak mengurangi esensi karena memang sangat berkaitan dengan apa yang sedang menjadi topik pembahasan. Dan khas tulisan beliau, banyak kalimat atau kutipan yang sangat menyentuh.
Ohya, lagi, selain karena alur cerita yang relevan dengan kehidupan pernikahan muda, tentu membuat kita jadi berkaca kembali, sudah sampai mana kita menjadi sosok yang mencintai, bukan hanya jatuh cinta. Karena, ketika menikah, fokus kita bukan lagi jatuh cinta, yang hanya berkutat dengan perasaan saja, tetapi justru tentang mencintai, dan bagaimana menumbuhkan bahagia pada pasangan kita. Cinta itu, kata kerja bukan?
Ada satu bab tentang Mencari Titik Temu. Dari judulnya, tentu terbayang bagaimana mas Azhar dan mba Vidya, dengan dua pemikiran dan sudut pandang berbeda, harus menuju satu titik yang sama untuk mempertahankan kebersamaan dan tidak berlarut dalam malam-malam penuh air mata.
Buku ini juga membuat saya berkaca kembali, apakah sudah menjadi pasangan yang baik, istri yang baik. Juga, apakah diri ini sudah menjadi anak yang baik atau belum. Bagaimana membangun hubungan dengan pasangan, dan menikahi keluarganya. *kemudian kangen suami, heu, nasib LDM :" #tjoerhat colongan, monmaap. Saya sangat salut dengan bagaimana mba Vidya bisa menjadi seorang istri yang begitu dewasa, tidak pernah menjatuhkan dan selalu menghargai usaha suaminya.
Buku ini ditutup dengan epilog yang berbalut nasihat tersirat tentang persiapan untuk yang belum menikah. Isinya? Baca aja yaa, hehe. Bocorannya, menikah adalah penyatuan dua manusia berbeda, jadi sebaiknya memang kita selesai dengan diri sendiri terlebih dahulu, agar tidak menimbulkan banyak PR kemudian :) Juga, epilog berisi pengingat untuk yang sudah menikah tentang penguatan kembali ikatan pernikahan. Bahwa pernikahan adalah sebuah ibadah panjang yang telah diawali berdua, dan harus diperjuangkan bersama.
Sekali lagi, bagi saya sendiri, menikah adalah sebuah ibadah panjang yang tentu membutuhkan persiapan yang tidak sedikit. Maka jangan hanya menikah karena suka, apalagi hanya karena ikut-ikutan. Carilah tujuan dan motivasi yang tidak akan pernah hilang atau berganti, sehingga apapun yang terjadi, berdua akan berjuang umtuk melewati dan mencapai kebahagiaan hakiki. Kalau mau lebih banyak mendapat hikmah dan pelajaran, beli dan baca sendiri yaa hihi :3
Bogor, 30 Maret 2019
Yang sedang belajar mencintai,
Andika Putri Firdausy