Bagian 1: Masa Anak-anak
Tetiba saya jadi
ingat pengalaman pertama saya mengikuti lomba karya tulis di jenjang
perkuliahan. Titik awal yang mengantarkan saya ke diri saya yang sekarang. Titik
pertama perjuangan yang manisnya saya rasakan sekarang, menjadi bumbu
tersendiri pada perjuangan kehidupan saya ke depan. Dan, saat pertama selalu
tidak pernah bisa terlupakan.
Sejak kecil,
entah darimana asalnya, saya memang suka lingkungan yang kompetitif. Saya bukan
orang yang ambisius, tapi suka pada tantangan. Saya yakin semua itu tidak
mungkin mak benduduk gitu aja. Mungkin,
orangtua saya mengiternalisasi saya dengan ‘racun’ bermanfaat tertentu sehingga saya seneng banget sama yang
namanya ikut lomba. Apa karena saya orangnya PD? Hmm, not really. Mungkin kelihatannya
saja saya orangnya cukup PD untuk berbicara dan tampil. Padahaaaal; semua itu
terpaksa #ups. Jangankan ngomong di depan, nanya ke guru atau dosen aja saya
keringetan dingin, bahkan sampe gemetar. Tangan saya bakalan basah, kalau
memegang jantung udah deg-deg tidak karuan. Apalagi kalau sampai bicara. Saking
bergetarnya, kadang saya lupa tadi saya bilang apa. Hahaha. Ssst jangan bilang2
ya :p
Oke, balik ke
lomba. Sewaktu SD, saya sukaaak pake buangets sama mathematics. Saya tidak tahu ini berhubungan atau tidak dengan ibu
saya yang guru matematika hahaha. Tapi lebih dari itu, saya suka tantangan dan
logika. Yap, mengerjakan soal matematika adalah teka-teki hidup yang
sangat saya sukai. Saya suka nggethu sendiri
ketika mengerjakan soal. Pesaing Partner saya sewaktu lomba di SD kebanyakan
adalah para lelaki yang satu kelas sama saya. Hahaha iya, kebanyakan matematika
ini memang lebih digandrungi (dan well, dikuasai) oleh para lelaki. Mereka emang
pinter-pinter sih logikanya. Tidak heran kalau sampai sekarang teman SD saya
yang masih sering komunikasi kebanyakan laki-laki. Dari TK, SD, SMP, sampai SMA
kami sekelas. Hastagah, ini gara-gara nggak ada sekolah lain kali ya :p
Masa-masa SD
adalah masa ‘keemasan’ saya (soalnya lebih dikit saingannya dibanding SMP, SMA,
apalagi kuliah :p). Saya lagi hobi-hobinya belajar, waktu itu. Beda dengan setelah
SD. Hampir setiap hari orangtua mendampingi kami belajar. Dari mengerjakan
PR, mengerjakan soal di buku, sampai tebak-tebakan. Bahkan ada satu
tebak-tebakan parikan basa jawa yang
sampai saat ini saya ingat: Pak Boletus, Tepak Kebo Lelene Satus! Hahaha betapa saya (dulu) sangat suka
pelajaran ini.
Seingat saya,
saya mulai ikut lomba-lomba sewaktu kelas tiga SD. Ehm, mungkin matematika,
entahlah saya lupa. Yang saya ingat, SD ini masa-masanya saya sama sekali tidak
bisa diam. Masa dimana lagi aktif-aktifnya saya. Ikut ini-itu, main ini-itu,
rasanya ga pernah capek. Sepertinya benar bahwa kita harusnya mencontoh
semangat dari anak-anak karena mereka selalu bersemangat. Juga pantang
menyerah. Gagal? Coba lagi. Gagal lagi? Coba terus!!
Waktu itu saya kelas
empat SD. Beberapa dari kami mewakili sekolah untuk mengikuti lomba siswa
berprestasi tingkat kecamatan. Di tingkat kecamatan, masing-masing dipilih tiga
besar putra dan putri untuk mewakili kecamatan ke tingkat kabupaten. Alhamdulillah
waktu itu saya berada di tingkat pertama. Semenjak itu, mendadak saya jadi
semakin banyak ‘job’ –a Saya diminta oleh Guru saya untuk menjadi ketua kelas. Tentu
saja untuk melatih jiwa kepemimpinan saya (yaelah, anak SD pake jiwa-jiwa
segala haha :p). Kebayang nggak kalau saya jadi ketua kelas? Hahaha, yaps,
benar sekali: galak! :D Sampai
sekarangpun, saya termasuk manusia paling alot kalau disuruh ngelanggar aturan.
Kalau udah A, ya A, tidak bisa ditawar. (Semoga aturanMu juga kutegakkan dengan
benar, ya Rabb :”). Termasuk dalam hal kedisiplinan di dalam kelas.
Setelah memberikan
tugas, sudah biasa, guru akan meninggalkan kami barang sejenak. Entah ada
rapat, atau sekedar ada keperluan di kantor. Dan, tentu saja sebagai ketua kelas,
saya ‘diamanahi’ untuk mengontrol keadaan kelas. Guru akan bilang, “Teman-temannya jangan boleh rame, ya”. Dan,
itu artinya, sesiapa saja yang mengganggu ketenangan di dalam kelas akan
menjadi ‘mangsa’ saya. Kata-kata andalan saya adalah: “Hee rekk ojok
rame! Sing rame tak catet!!!” (Teman-teman jangan berisik! Yang
berisik nanti kucatat!!!). Jangan bayangkan muka galak saya waktu itu hahaha. Yang
jelas, namanya juga anak SD, mana ada yang bisa diam, semua pada begidakan keliling kelas. Coret-coret
papan lah, lempar-lempar an lah, ilok-ilok
an (ejek-ejekan) lah, apapun akan menjadi sumber untuk mereka berisik dan
mengganggu ketenangan kelas. Dan saya, grrr tentu saja tidak berhenti teriak: “Hee reekk ojok rame talaaa~” (Teman-teman
jangan berisik dooong~); yang ujung-ujungnya bakalan berakhir saya hopeless dan akhirnya ‘cuma’
mengumpulkan segepok nama dalam selembar kertas. Saya sudah lupa pada akhirnya
apa yang terjadi pada nama-nama di dalam kertas itu. Yang pasti, saya tahu mereka
tidak melupakan kata-kata andalan saya tadi sampai sekarang. Hahaha, makasih
lho rekk, maafkan teriakan-teriakan tidak berguna saya yang bahkan mungkin
hanya menjadi angin lalu bagi kalian sewaktu itu wkwk.
Selain ‘didaulat’
menjadi ketua kelas, saya juga dilatih menjadi petugas upacara. Kalau biasanya
jadi protokoler atau pengibar bendera, sekarang jadi pemimpin upacara. Mungkin saat itu saya sudah kelas lima (atau
masih empat saya lupa); yang pasti waktu itu saya menjadi satusatunya pemimpin upacara
perempuan. Setelah itu, jadinya hampir setiap pekan saya bertugas. Berpanas-panas
apalagi kalau amanat pembinananya lama :D alhamdulillah tidak pernah pingsan. Paling-paling
gerak-gerakkin jempol kaki dan teman-temannya kalau sudah mulai keringat
dingin. Pernah saking pegalnya, pembina upacara sampai menyinggung saya pas
menyampaikan amanatnya hahaha.
Masih banyaaak
sekali cerita-cerita ‘unik’ sewaktu saya masih bocah heuheu. Nanti dilanjut di
lain waktu yaaa, insyaAllah ^^
Ah ya, Selamat Hari Anak! :) Bagi saya setiap
hari adalah Hari Anak. Karena setiap hari mereka akan bertumbuh dan berkembang
menjadi generasi emas bangsa ini. Merekalah yang akan menjadi pilar-pilar
penerus setelah generasi kita nanti. Mereka yang selalu menggemaskan dan bersemangat. Semoga kelak kita melahirkan anak-anak yang dapat bermanfaat bagi agama, nusa, dan bangsa, juga menjadi pemberat amal bagi orangtuanya kelak di akhirat. Aamiin. *sambil elus-elus perut :p
Bangil, 23 Juli 2016 23:32
Seorang Anak dari Ibu dan Ayah,
Andika Putri Firdausy