In sadness, sometimes there's happiness..
Seperti air yang membawa kesegaran, seperti angin yang membawa kesejukan, dan seperti api yang membawa kehangatan.
Minggu, 03 Oktober 2021
Berkumpul di Jannah
Rabu, 17 Juni 2020
Duta Sabar dan Syukur
Rabu, 31 Juli 2019
Menyusuri Jejak Rafflesia di Tanah Perbatasan
Tanjung Datu, Agustus 2015 (Dok. Pribadi Serambi Negeri) |
Perbedaan Bunga Rafflesia (kiri) dan Bunga Bangkai (kanan). (Sumber: bobo.grid.id)
|
Kelopak Rafflesia (Dok. Pribadi Serambi Negeri) |
Potret Kebakaran Hutan di Hutan Kalimantan (Dok. Pribadi Serambi Negeri) |
Tim KTB-03 di Tanjung Datu - 2015 (Dok. Pribadi Serambi Negeri)
|
Salam dari Tanjung Datu, Perbatasan Indonesia-Malaysia (Dok. Pribadi Serambi Negeri) |
Hutan Primer Temajuk (Dok. Pribadi Serambi Negeri) |
Bertemu Rafflesia di Tanjung Datu - 2015 (Dok. Pribadi Serambi Negeri) |
Tim KKN KTB-03 2015 |
Rabu, 01 Mei 2019
Hanya Sebuah Perasaan
Tadi pagi ke pasar, terus ada petugas yg sedang sibuk (menggusur) menertibkan PKL. Nggak tau gimana awalnya sih, jd nggak tau detail kasus atau siapa yg salah. Cuman jadi ngilu sendiri aja liatnya. Jadi kaya mikir, jangan sampai, orang diluar sana bersusah-susah menghidupi keluarganya, dan kita enak-enakan dg hidup kita tanpa peduli sedikitpun.
Iya hidup, dan segala perniknya adl pilihan. But please make sure, ketika kita memutuskan utk memilih atau melakukan sesuatu, bukan cuma utk kepentingan kita pribadi. Yaa gpp sih sebenernya, tapi tolong jangan menganggap bahwa semua orang itu hidup enak seperti kamu ~~ Banyak lho, yg hidupnya nggak tenang, makan nggak enak, tidur nggak nyenyak. Dan di atas itu semua, tanpa sadar, ternyata kita berkontribusi mewujudkan ketidakenakan (?) hidup orang tsb. Lalu apakah kita masih bisa nggak peduli sama sekali dg orang lain dan lingkungan di sekitar kita?
Ini bukan cuma ttg Pilpres atau filmnya Watchdoc. No.
Ini adl tentang kita sendiri, sebagai manusia, sebagai khalifah di Bumi ini. Apa iya kita bisa hidup tenang kalau tahu bamyak diluar sana yang tanpa kita sadari dirugikan karena ulah, KITA...
Dari dulu, orangtua selalu negur kalau ada listrik dibuang2, colokan dibiarin padahal udah nggak butuh. Buang sampah ke tempat sampah, dan sebisa mungkin pisahin organik dan anorganik. Matiin mesin motor kalo lampu merah masih lama. Sampai aku salut sm salah satu temen, yg belio kalo beli buah, akan pilih yg mendekati busuk alias kematengen, supaya nggak nambah food waste.
Jadi, apapun yg kita lakukan, itu IYA ngaruh ke lingkungan sekitar kita. So please, berhentilah untuk tidak peduli.Mau berkontribusi dg apapun, monggo, it's your choice.
Ini adalah tanggungjawab kita sebagai manusia, sebagai khalifah di Bumi ini. Allah sudah sangat baik memberikan kita kesempatan, lalu apakah begitu saja kita siakan?
Sabtu, 27 April 2019
Bangil - Kota Sejuta Cerita
"Orangtuaku aslinya Blitar. Aku juga lahir disana. Setelah menikah, orangtuaku kemudian merantau ke sebuah kota kecil bernama Bangil. Lalu kemudian aku dan adikku besar di sana. ..."
Barangkali begitu percakapan yang akan terjadi ketika ada yang bertanya kepadaku mengenai tempat tinggal. Aku akan repot-repot menjelaskan dulu bagaimana asal-muasal mengapa aku dan keluarga kami tinggal disana. Sampai akhir dunia kuliah pun, aku masih melakukannya. Sesederhana karena aku merasa belum memiliki alasan kuat kenapa harus 'menyombongkan' kota kecil itu.
Alun-Alun Kota Bangil (Sumber: pasuruankab.go.id) |
Bangil merupakan nama sebuah kecamatan (saat ini menjadi ibukota kabupaten) di Kabupaten Pasuruan Jawa Timur. Secara geografis kota kecil ini terletak di dataran rendah. Di bagian selatannya, terdapat beberapa gunung seperti Gunung Arjuna dan Gunung Welirang. Selain sumber air yang bagus dan tanah yang subur terutama di daerah yang lebih dekat dengan kaki gunung, salah satu yang menarik adalah pemandangan indah yang bisa dinikmati dari belakang rumah berlatar dua buah gunung seperti yang terlihat disini. Selain diapit pegunungan, di sisi timur laut kota kecil ini berhilir ke Laut Jawa. Tak jarang yang memiliki tambak di daerah pesisir pantai, baik tambak ikan maupun tambak udang.
Penduduk yang tinggal di Bangil berisi dari bermacam-macam suku, mulai dari Jawa, Madura, Arab, juga keturunan Tionghoa. Mata pencaharian mereka pun beragam, dari petani, nelayan, pedagang, hingga karyawan di industri-industri baik lokal maupun mancanegara yang tumbuh di daerah ini.
Lokasi Bangil di Google Maps (Sumber: maps.google.com) |
Terdapat beberapa versi cerita tentang sejarah dari Kota Bangil ini sendiri. Dulu, aku sempat mendengar asal muasal yang sempat membuatku enggan menjadi bagian dari kota ini. Katanya, Bangil itu berasal dari kata Mbahe Angel (sulit), karena saking susahnya orang-orang sini diberitahu. Akan tetapi, setelah kubaca lagi, justru kata Bangil itu sendiri ada dua versi. Pertama, adalah Bangil dari kata Mbahe Angel, yang berarti dia teguh dengan prinsip Islamnya. Dan yang kedua, adalah Bangil yang berasal dari kata Mbahe Ngilmu. Keduanya, kemudian berkorelasi dengan banyaknya habaib atau ulama yang ada di kota ini. Hingga sekarangpun banyak pondok pesantren di Bangil sehingga kota ini pun memiliki julukan "Kota Santri".
Selain tentang dunia santri, salah satu sejarah yang terkenal dari Kota Bangil adalah tentang Sakera. Ia adalah seorang yang jujur dan membela orang kecil. Perjuangannya dalam membela kebenaran walaupun pada akhirnya tewas terbunuh karena pengkhiatan, menjadikan namanya dinobatkan menjadi nama suporter di kota ini: Sakera Mania.
3. Wisata dan Kuliner
Selain terkenal dengan berbagai kisah sejarah baik yang terjadi di Bangil maupun yang melatarbelakangi penamaan kota "Bangil", kota kecil ini tentu masih memiliki beragam pesona. Salah satunya adalah kuliner khas. Ialah Nasi Punel, yang menjadi andalan dari kota ini. Selain nasinya yang bersifat "punel" atau pulen, yang menjadi ciri khas dari Nasi Punel adalah isinya. Ada nasi, serundeng, daging (atau bisa pilih lauk lain), menjeng (semacam olahan kedelai), sate kerang, tahu bumbu bali, nangka muda, dan sebungkus kuah kelapa manis).
Kuliner lain yang menjadi khas di Bangil adalah Sate Kerang dan Kupang. Kupang adalah salah satu jenis makanan dari biota laut yang disajikan dengan lontong dan bumbu petis. Kedua makanan ini merupakan produk laut dikarenakan asosiasi lokasi yang dekat dengan laut.
Nasi Punel Khas Bangil (Sumber: gotravelly.com) |
_________________________________________________________________________________
Aku dan adikku di teras rumah, belasa tahun lalu |
Sekitar satu tahun setelah lulus, aku diterima bekerja di salah satu instansi di Ibukota. Hal ini tentu membuatku meninggalkan tanah rantau kedua (yang pertama adalah Bangil) tempatku berkuliah dan belajar selama kurang-lebih lima tahun. Yang artinya, kini tempat rantauku adalah Jogja, dan bukan lagi Bangil, karena ia sudah menjadi tempat asal. Aku sering lupa, bahwa selama belasan kehidupanku jauh sebelum perkuliahan, ya kota ini -dengan segala isi dan ceritanya- yang membuatku bertumbuh, mengajarkan banyak hal, dan mencatat berbagai kejadian yang mengisi hari-hariku. Sekarang, aku tahu, bagaimana akan menceritakan daerah "asal" jika ada yang menanyakannya kembali kepadaku.
Selamat datang di Kota Bangil.
Bangil Kota Santri, Bangil Kota Bordir, Bangil Kota Sakera, dan,
Bangil, Kota Sejuta Cerita.
Jakarta, 27 April 2019
Wong mBangil
Referensi:
1. https://budayajawa.id/asal-usul-bangil-pasuruan/
2. https://www.pasuruankab.go.id/cerita-43-cerita-sakera.html
Minggu, 31 Maret 2019
Belajar Mencintai
Menikah, adalah gerbang awal dari sebuah perjalanan panjang. Dan hampir lima bulan menjalankan ibadah tersebut, membaca buku ini, rasanya seperti semacam nostalgia (padahal baru otw lima bulan wkw), ditambah sedikit tamparan dan sayatan.
Judul Buku : Belajar Mencintai
Penulis : Azhar Nurun Ala
Tahun : 2019
Penerbit : Azharologia Books
(Halaman terakhir "Belajar Mencintai")
Ada satu bab tentang Mencari Titik Temu. Dari judulnya, tentu terbayang bagaimana mas Azhar dan mba Vidya, dengan dua pemikiran dan sudut pandang berbeda, harus menuju satu titik yang sama untuk mempertahankan kebersamaan dan tidak berlarut dalam malam-malam penuh air mata.
Andika Putri Firdausy
Senin, 18 Februari 2019
Mengatur Persepsi
Dalam hidup ini, terkadang kita disibukkan dengan prasangka orang lain. Terlalu sibuk bagaimana seharusnya kita berlaku agar orang lain tidak lagi menganggap kita buruk, atau merendahkan kita, atau membanding-bandingkan diri kita, atau apapun yang membuat kita tidak nyaman.
Tapi, sungguh terasa lelah hidup dalam angan-angan orang lain. Bukannya kita sibuk dengan kebaikan dan pencapaian yang ada pada diri kita, justru kita sibuk memperbaiki penglihatan orang lain terhadap kita. Apa bedanya kalau begitu?
Lupakan. Lupakan persepsi orang lain tentang kita. Tidak perlu sibuk membandingkan kehidupan kita dengan orang lain.
Boleh berkaca pada orang lain, tapi sebentar saja. Jangan lama-lama. Sisanya, sebaiknya kita berfokus pada diri kita sendiri.
Bukankah kita memang tidak bisa mengubah persepsi orang lain terhadap kita? Yang bisa kita lakukan adalah mengatur sudut pandang kita agar tidak mudah terbawa persepsi orang lain.
Fokus pada tujuan kita, dan apa yang kita yakini. Lakukan semampu yang kita bisa, lalu pasrahkan hasilnya pada Yang Maha Kuasa. That's it. 👊
-
Tulisan berikut sedikit melompat dari tulisan yang sebelumnya. Saya akan membahas bagaimana kami bisa survive untuk sholat di Jepang dengan ...
-
Angin segar bertiup riang Menembus embun pagi yang malu-malu Daun-daun yang berguguran Ditemani percikan air hujan yang lembut Indah ...
-
Aku ingin bercerita tentang kita. Iya, kamu, dan aku tentu saja. Aku ingin orang lain tahu, bahwa aku dan kamu telah menjadi kita. Ba...